Barang sortiran adalah barang yang tidak terpilih setelah dilakukan proses pemilahan (Quality Control/QC), yang sering disebut barang grade B atau C, barang KW, atau lebih mudahnya sebut saja barang kurang beres.
Maka anak sortiran adalah anak yang sudah tidak terpilih atau tersisa dari pilah-pilah para pendidiknya.
Benarkah ada anak sortiran?
Ketahuilah,
Setiap anak adalah hebatkarena setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah.
Maka sejatinya tidak ada anak sortiran, karena semua anak terpilih sesuai potensinya masing-masing.
Munculnya anak sortiran karena alat ukur yang digunakan untuk memilih hanya tepat untuk anak tertentu saja, tetapi tidak tepat untuk semua anak.
Ibarat memilah kelapa hanya untuk digunakan sebagai santan saja, maka hanya kelapa yang sudah tua lah yang akan terpilih, sedangkan kelapa muda dianggap barang sortiran yang tidak banyak manfaatnya. Padahal kelapa muda dapat dimanfaatkan untuk es kelapa muda yang bisa jadi nilai komoditasnya lebih tinggi dibanding santan. Dan kelapa tanggung pun juga demikian, memiliki manfaat yang berbeda dari keduanya.
Demikian juga setiap anak itu unik dengan potensinya masing-masing.
Ada anak yang berpotensi dalam BERPERASAAN sehingga cenderung lemah dalam akademis kognitifnya, suka bergaul dan suka bermain keluar rumah, mudah baper, kadang suka membantah, sukanya mengatur sehingga tidak suka diatur dan mudah tersinggung.
Ada anak yang berpotensi dalam BERGERAK sehingga juga cenderung lemah dalam akademis kognitifnya, suka usil karena harus bergerak, tidak betah duduk lama di dalam kelas, suka merusak barang, suka bongkar-bongkar tapi bisa jadi tidak bisa pasang.
Juga ada anak yang memang berpotensi dalam BERPIKIR dan cerdas sehingga menonjol dalam prestasi akademis kognitifnya, sehingga nilai rapornya tinggi, mudah paham jika dijelaskan, pintar, dan setumpuk prestasi akademis lainnya.
Jika ukuran prestasi hanya diukur dengan lembaran-lembaran penilaian yang berisi soal-soal tentang pengetahuan kognitif seperti Penilaian Tengah Semester (PTS), Penilaian Akhir Semester (PAS), Ujian Akhir, atau Ujian ini itu, maka yang tersaring hanyalah anak-anak yang berpotensi dalam berpikir, sedangkan anak yang berpotensi dalam berperasaan dan bergerak, dapat dipastikan masuk dalam daftar anak-anak sortiran.
Karena tersortir inilah maka anak merasa dirinya kurang bermanfaat, merasa jadi anak sisa, merasa bermasalah, atau merasa bodoh.
Karena potensi unggulnya tidak mendapatkan panggung pengakuan, maka dorongan potensinya akan disalurkan pada panggung lainnya, yaitu panggung penyimpangan.
Maka jadilah dirinya termasuk dalam daftar anak bermasalah.
Lalu harus bagaimana?
Jangan seragamkan mereka!,
Akui keunikan mereka!,
baik penyikapan dalam pembelajaran, dalam penilaian, dan dalam mengatasi permasalahannya,
karena setiap anak adalah hebat!
dengan kehebatan yang berbeda-beda!
– Abdul Kholiq