Oleh: Ustadz Abdul Kholiq
Karakter iman adalah karakter pembawaan anak yang condong untuk mentauhidkan Allah ta’ala. Karakter iman akan tumbuh sepanjang hayat, tetapi memiliki masa emas penumbuhan yaitu usia 0-7 tahun (fase thufulah/kanak-kanak).
Karakter iman merupakan prioritas pertama dalam pendidikan karakter nabawiyah. Karakter iman harus ditumbuhkan sebelum karakter lainnya(1). Jika karakter iman tidak tumbuh, maka karakter lainnya tidak akan tumbuh sempurna.
✅ Egosentris, imajinatif, dan sensitif
Ada tiga hal penting dalam menumbuhkan karakter iman (2), yaitu:
– Menuntaskan egosentris
– Menumbuhkan imaji positif
– Menumbuhkan kembahagiakan
1⃣ Menuntaskan egosentris
Egosentris adalah sikap pada diri seseorang (anak) yang merasa dirinya paling penting, paling hebat, dan pusat perhatian dari semua orang.
Dengan tuntasnya egosentris diharapkan akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Rasa percaya diri ini penting sekali dalam pendidikan aqidah yang terkait dengan keyakinan dalam hati. Dengan tumbuhnya rasa percaya diri diharapkan anak akan memiliki kemampuan untuk mempertahankan prinsip diri, sehingga kelak akan menjadi tangguh dan kuat dalam memegang aqidah yang benar.
Dalam proses penuntasan egosentris langkah utama yang dilakukan adalah: membersamai dan mendokumentasikan aktifitas anak yang bebas dan spontan selama tidak membahayakan diri dan orang lain.
Kondisi anak yang perlu diperhatikan dalam penuntasan egosentris adalah sebagai berikut:
a. Anak belum memiliki tanggung jawab moral
b. Belum terikat aturan
c. Tanpa adanya syarat dan perjanjian dalam melakukan aktifitas
d. Anak belum memiliki tanggung jawab sosial
e. Belum terikat dengan adab
f. Bebas melakukan aktifitas apapun secara spontanitas
g. Penggunaan kalimat-kalimat positif dalam pelarangan, sehingga tidak menyakiti hati anak.
2⃣ Munumbuhkan imaji positif
Imaji positif adalah persepsi positif anak terhadap segala sesuatu. Persepsi tersebut dapat berupa kekaguman, rasa terkesan, terpesona, takjub, dsb.
Dalam proses penumbuhan imaji positif langkah utama yang dilakukan adalah: membersamai anak untuk membuat anak merasa bahagia dan berprasangka baik terhadap segala sesuatu.
Dengan tumbuhnya imaji positif diharapkan akan tumbuh kecintaan (mahabbah) pada diri anak. Jika mahabbah telah tumbuh, diharapkan anak akan cinta kepada Allah ta’ala, agama Islam, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan semua isi alam semesta, sehingga diharapkan akan bersemangat dalam beribadah kepada Allah ta’ala, dan berkarya untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat atau masyarakat.
Kondisi anak yang perlu diperhatikan dalam penumbuhan imaji positif adalah sebagai berikut:
a. Pikiran bawah sadar sedang terbuka lebar-lebar, sehingga segala sesuatu yang dialami anak akan mudah tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya.
b. Otak kanan anak lebih dominan daripada otak kiri. Sehingga masa ini merupakan masa puncak imajinasi anak.
c. Anak tidak menyukai hal-hal yang buruk seperti cerita tentang neraka, hantu, pembunuhan, kejahatan, dsb.
d. Anak terkesan dengan keteladanan dan kisah-kisah kepahlawanan, mu’jizat, karomah, keajaiban, kisah inspiratif lain yang membahagiakan anak.
3️⃣ Menumbuhkan kebahagiaan
Dengan tumbuhnya kebahagiaan pada hati anak, akan memunculkan persepsi positif terhadap sesuatu yang menjadikannya bahagia, baik terhadap amalan ibadah, alam, dan yang paling utama terhadap Pencipta Alam yaitu Allah ta’ala.
✅ Metode penumbuhan karakter keimanan
1. Belajar bersama alam (BBA) sangat efektif untuk menuntaskan egosentris dan menumbuhkan imaji positif. Memanfaatkan alam yang luas terbentang untuk proses pembelajaran dalam tiga hal pokok:
1) Alam sebagai ruang belajar
Alam adalah ruang belajar interaktif yang tidak dibatasi sekat-sekat dinding, dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, sehingga sangat efektif untuk menuntaskan egosentris.
2) Alam sebagai media dan bahan ajar
Alam kaya akan jenis-jenis benda yang dapat dijadikan sebagai media dan bahan ajar yang mendukung efektifitas pembelajaran.
Misal: Ketika anak terkagum melihat air laut yang luas, maka kita katakan kepada anak bahwa yang menciptakan air laut adalah Allah, maka ketakjuban tentang kebesaran Allah akan terekam pada pikiran bawah sadarnya. Dan contoh yang lainnya.
3) Alam sebagai obyek belajar
Proses pembelajaran melalui pengamatan dan uji coba terhadap gejala-gejala alam mengasah daya kritis dan kepekaan anak yang akan menumbuhkan kesadaran akan kemahakuasaan Allah ta’ala.
2. Membangkitkan imajinasi positif dan kesadaran bahwa Allah sebagai Robb (tauhid rububiyyah) melalui keteladanan dan kisah-kisah kepahlawanan, inspiratif yang membahagiakan anak.
3. Penggunaan bahasa ibu sejak dini agar anak dapat mengungkapkan gagasan dan perasaannya secara utuh.
4. Bermain bersama anak-anak dengan menjadi anak-anak. Tidak menggunakan ukuran orang dewasa dalam mendidik anak.
5. Membangkitkan Logika Dasar dan nalar, melalui bahasa ibu
6. Membangkitkan kesadaran bakat melalui beragam Aktivitas yang memperkaya wawasan anak.
7. Mendokumentasikan Aktivitas untuk mendeteksi kecenderungan bakat anak
8. Anak didekatkan pada sosok ayah dan ibu agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
✅ Contoh penyimpangan pembelajaran pada anak usia 0-7 tahun
1. Mengutamakan akademik atau kognitif seperti calistung (baca tulis hitung).
2. Menggegas hafalan tanpa memperhatikan ketertarikan anak pada hafalan, yg tepat dengan metode talaqi agar anak tertarik.
3. Mengajarkan bahasa kedua sebelum bahasa ibu tuntas.
4. Mendahulukan mengajarkan syariat atau ibadah daripada mengembangkan keimanan dan aqidah.
5. Memberikan cerita-cerita tentang banyak peringatan tentang hal-hal yang buruk.
6. Memberikan ancaman/hukuman apabila anak melakukan kesalahan/pelanggaran.
7. Membandingkannya dengan anak-anak yang lain.
8. Berkata atau bersikap atau berwajah yang tidak ramah apalagi kasar kepada anak.
9. Berobsesi menjadikan anak sesuai profesi tertentu tanpa mempertimbangkan keunikan dan bakat anak.
10. Menitipkan anak di bawah usia aqilbaligh, terutama di bawah usia 7 tahun pada orang lain atau lembaga atau boarding school dengan alasan apapun kecuali orang tua wafat atau uzur.
11. Menggunakan ukuran orang dewasa dalam mendidik anak.
12. Terlalu terkonsentrasi pada perbaikan kekurangan anak, seharusnya terkonsentrasi pada pengembangan kelebihan anak sehingga kekurangan akan tertutupi.
✅ Unsur-unsur penumbuhan karakter iman
Pada usia 0-7 tahun merupakan masa emas penumbuhan karakter iman, diantara unsur yang fase ini merupakan masa emas penumbuhannya adalah:
1. Hati
2. Mahabbah (kecintaan)
3. Tauhid rububiyyah
4. Rasa syukur (berterima kasih)
5. Tashfiyah (pemurnian)
6. Kesukaan bakat
7. Afektif (attitude)
Harapan:
setelah melewati fase thufulah ini diharapkan anak akan cinta dan beriman seumur hidupnya.
Catatan kaki:
(1) Dari Jundub bin Abdillah:
كُنَّا غِلْمَانًا حَزَاوِرَةً مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَتَعَلَّمَنَا الإِيمَانَ قَبْلَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ تَعَلَّمَنَا الْقُرْآنَ ، فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا وَإِنَّكُمُ الْيَوْمَ تَعَلَّمُونَ الْقُرْآنَ قَبْلَ الإِيمَانِ
“Kami bersama Nabi saat kami masih muda; kami belajar iman sebelum Al-Quran. Kemudian ketika kami belajar Al-Quran, bertambahlah iman kami, Adapun kalian hari ini belajar Al-Quran sebelum Iman (Sunan Ibnu Majah no. 60)
Pendidikan adab didahulukan sebelum pengajaran Ilmu.
Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
تَعَلًّمْ الأدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata:
مَا نَقَلْنَا مِنْ أَدَبِ مَالِكٍ أَكْثَرُ مِمَّا تَعَلَّمْناَ مِنْ عِلْمِهِ
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”
Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman, seorang fakih di kota Madinah di masanya, Ibuku berkata:
تَعَلَّمْ مِنْ أَدَبِهِ قَبْلَ عِلْمِهِ
“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”
(2) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menyenangkan hati anak kecil walau beliaupun dalam keadaan sholat.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا، فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ، ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا، قَالَ أَبِي: فَرَفَعْتُ رَأْسِي وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ، قَالَ: «كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ»(رواه النسائي والحاكم وصححه ووافقه الذهبي)
Dari Abdullah bin Syaddad , dari ayahnya, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam datang ke masjid untuk sholat Isya atau Dhuhur atau Ashar sembari membawa salah satu cucunya Hasan atau Husein, lantas Nabi maju kedepan untuk mengimami sholat serta menempatkan cucunya di samping beliau, lalu nabi mengangkat takbiratul ihram memulai sholat. Ketika sujud, Nabi sujudnya begitu lama” , (Ayah ku berkata:) “jadi saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa kiranya yang terjadi, saya melihat cucu Nabi menunggangi punggung nabi yang sedang bersujud”. Setelah menyelesaikan sholat, orang-orang bertanya: “Wahai Rasulullah, engkau sujud begitu lama sekali tadi, hingga kami menyangka telah terjadi sesuatu atau engkau sedang menerima wahyu”. Rasulullah menjawab, “Tidak terjadi apa-apa, hanya tadi cucuku menunggangiku, aku tidak ingin memburu-burunya hingga dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya”. (HR. Nasa’i, Kitabut Tathbiq, 1129 dan Al Hakim, III/4775)